PRAKTIKUM I
Topik : Plasmolisis
Tujuan : Mengamati proses terjadinya plasmolisis
pada sel bawang merah (Allium cepa) dan sel Rhoe discolor
Hari/ tanggal : Rabu, 26 September 2007
Tempat : Laboratorium
Biologi FKIP UNLAM Banjarmasin

I. ALAT DAN BAHAN:
a. Alat:
-
Mikroskop
cahaya - Baki
-
Gelas objek - Tissue
-
Gelas penutup - Jarum pentul
-
Pisau silet
-
Pinset
-
Cawan petri
b. Bahan:
-
Allium cepa
-
Daun Rhoe discolor
-
Larutan KI
-
Lerutan
sukrosa: 0,05 M ; 0,10 M ; 0,15 M ; 0,20 M; 0,25 M ; 0,30 M ; 0,35 M; 0,40 M; 0,45
M; 0,50 M
II. CARA KERJA
1. Mengupas selapis umbi bawang merah.
2. Memasukkan ke dalam larutan sukrosa masing-masing
konsentrasi, selama 30 menit.
3. Mengamati di bawah mikroskop setelah diberi
larutan KI (pewarna), paling sedikit mengandung 25 buah sel yang berwarna.
4. Mencatat dan menggambarkan perubahan yang terjadi
pada sel umbi lapis bawang merah.
5. Mencari konsentrasi sukrosa dimana 50% dari jumlah
sel epidermis tersebut telah berplasmolisis. Keadaan ini disebut insipien
plasmolisis. Sel pada keadaan ini memiliki potensial osmotik (PO) sama dengan
PO larutan yang digunakan.
Untuk pengamatan terhadap daun Rhoe discolor.
6. Membuat sayatan tipis daun, selanjutnya mengikuti
langkah 2 sampai dengan langkah 5.
7. Menentukan nilai potensial osmotik sel pada
insipien plasmolisis dengan mengacu pada tabel 1.
III. TEORI DASAR
Pada umumnya membran pada organisme
hidup bersifat semi permeabel (selektif permeabel) yang berarti hanya
molekul-molekul tertentu yang dapat melewatinya. Cairan sel biasanya hipertonik
(potensial air tinggi), dan cairan di luar sel bersifat hipotonik (potensial
air rendah), sehingga cairan akan mengalir masuk ke dalam sel antara kedua
cairan isotonis.
Jika sel tumbuhan misalnya Spirogyra sp dilarutkan dalam air/
larutan yang hipertonik terhadap sitosol sel tersebut maka air yang berada
dalam vakoula merembes keluar dari membran sel. Akhirnya protoplasma mengerut
dan terlepas dari dinding sel. Peristiwa ini disebut plasmolisis. Keadaan ini
dapat kembali kekeadaan semula apabila keadaan sel tersebut diganti dengan
larutan yang hipertonik (lebih encer dari larutan sel) dan peristiwa ini
dikenal dengan dengan deplasmolisis.
Plasmolisis merupakan peristiwa
terlepasnya plasma dari dinding sel, disebabkan air dari vakoula tertarik
keluar oleh larutan disekitarnya yang bersifat hipertonis. Tekanan osmotik
merupakan kemampuan sel menyerap air dari lingkungannya. Potensial larutan
senantiasa negatif dan ekuivalen dengan tekanan osmotik yang sebenarnya
bernilai positif.
IV. HASIL PENGAMATAN
1.
Umbi Allium cepa (perbesaran 10
x 10)
1.
Konsentrasi 0,05

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
8 %
5. Sel tidak berplasmolisis
2.
Konsentrasi 0,10

Keterangan:
1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
10 %
5. Sel tidak berplasmolisis
3.
Konsentrasi 0,15

Keterangan:
1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
15 %
5. Sel tidak berplasmolisis
4.
Konsentrasi 0,20

Keterangan:
1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
|
Membran
sel
5.
Konsentrasi 0,25

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
20 %
5. Sel tidak berplasmolisis
6.
Konsentrasi 0,30

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
40 %
5. Sel tidak berplasmolisis
7.
Konsentrasi 0,35

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
68 %
5. Sel tidak berplasmolisis
8.
Konsentrasi 0,40

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
|
75 %
9.
Konsentrasi 0,45

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
85 %
5. Sel
tidak berplasmolisis
10. Konsentrasi 0,50

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
100 %
2.
Daun Rhoe discolor (perbesaran
10 x 10)
1.
Konsentrasi 0,05

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
10 %
5. Sel tidak berplasmolisis
2.
Konsentrasi 0,10

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
|
Membran
sel
3.
Konsentrasi 0,15

Keterangan:
1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
20 %
5. Sel tidak berplasmolisis
4.
Konsentrasi 0,20

Keterangan:
1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
20 %
5. Sel tidak berplasmolisis
5. Konsentrasi 0,25

1.
Dinding sel
2.
Sitoplasma
3.
Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
30 %
5. Sel tidak berplasmolisis
6.
Konsentrasi 0,30

1. Dinding sel
2. Sitoplasma
3. Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
|
30
%
7.
Konsentrasi 0,35

1. Dinding sel
2. Sitoplasma
3. Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
70
%
5. Sel tidak berplasmolisis
- Konsentrasi 0,40

1. Dinding sel
2. Sitoplasma
3. Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
75 %
5. Sel tidak berplasmolisis
9.
Konsentrasi 0,45

1. Dinding sel
2. Sitoplasma
3. Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
85 %
5. Sel tidak berplasmolisis
10.
Konsentrasi 0,50

Keterangan:
1. Dinding sel
2. Sitoplasma
3. Membran sel
4. Sel berplasmolisis sebanyak
100 %
Persentasi jumlah
sel yang mengalami plasmolisis pada masing-masing konsentrasi:
Konsentrasi
|
Umbi bawang merah (Allium cepa)
|
Daun Rhoe discolor
|
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
|
8 %
10 %
15 %
20 %
20 %
40 %
75 %
85 %
100 %
100 %
|
10 %
10 %
20 %
20 %
30 %
30 %
70 %
75 %
85 %
100 %
|
Perhitungan jumlah
persentasi dengan rumus:
Jumlah sel yang
mengalami plasmolisis

Jumlah sel
keseluruhan
V. ANALISIS DATA
A. Pengamatan pada bawang merah (Allium cepa).
Berdasarkan hasil
pengamatan pada sayatan umbi bawang merah yang direndam selama 30 menit pada
larutan sukrosa maka diperoleh hasil pada semua perlakuan dengan konsentrasi
berbeda didapatkan semua sel pada umbi bawang merah mengalami plasmolisis
walaupun dengan presentasi yang berbeda-beda. Mulai dari larutan yang
konsentrasinya terendah (0,05 M) sampai yang tertinggi (0,50 M) hal ini mungkin
disebabkan karena perbedaan kadar konsentrasi larutan sukrosa yang diberikan
pada tiap-tiap bahan. Pada larutan sukrosa terendah yakni 0,05 ternyata sel
epidermis yang mengalami plasmolisis sedikit yaitu hanya 8 % dibandingkan
dengan konsentrasi lainnya yang lebih tinggi. Untuk konsentrasi larutan 0,10
sel yang berplasmolisis sekitar 15 %, konsentrasi 0,15 dan 0,20 sel yang
berplasmolisis sama yaitu sekitar 20 %. Kemudian pada konsentrasi 0,30, 0,35,
0,40, 0,45 sel yang berplasmolisis terjadi secara berurutan yaitu 40 %, 68 %,
75 %, dan 85 %. Pada konsentrasi yang
tertinggi yaitu 0,50 M ternyata semua sel mengalami plasmolisis, hal ini
mungkin berkaitan dengan lamanya waktu perendaman dan perbedaan konsentrasi.
Pada konsentrasi yang lebih tinggi warna sel yang berplasmolisis menjadi lebih
pucat hal ini terjadi karena sitoplasma yang mempunyai kemampuan untuk menyerap
zat warna semakin sedikit namun pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi justru
warnanya semakin terang hal ini terjadi karena sitoplasma yang berkerut semakin
sedikit jadi zat warna yang ada diserap oleh sel yang sedikit itu.
Sel bawang merah pada
semua perlakuan mengalami insipien plasmolisis karena lebih dari 50 % dari
jumlah sel epidermis yang terlihat telah berplasmolisis sehingga dapat
ditentukan potensial osmotiknya (PO) yaitu sama dengan PO larutan yang
digunakan (lihat tabel 1).
B. Pengamatan pada daun Rhoe discolor.
Berdasarkan pengamatan
pada sayatan tipis daun Rhoe discolor
yang juga mengalami perlakuan dengan waktu sama tetapi konsentrasi yang berbeda
ternyata hasil yang di dapatkan sama seperti pada umbi bawang merah yaitu sel
epidermis mengalami plasmolisis dengan jumlah sel lebih dari 50 % dari jumlah
sel yang terlihat. Maksudnya sama disini bahwa dari kadar konsentrasi larutan
yang terendah yakni mulai dari 0,05 sel yang berplasmolisis hanya sedikit
sampai yang tertinggi yaitu 0,50 yang sel-selnya berplasmolisis semua. Pada
pengamatan dan percobaan terhadap bahan ini terdapat banyak persentasi yang
sama pada beberapa larutan yang berebda konsentrasi. Yaitu pada konsentrasi
0,05 dan 0,10 sel yang berplasmolisis sekitar 10 %, konsentrasi 0,15 dan 0,20
sel yang berplasmolisis mencapai 20 %. Dan untuk konsentrasi 0,20, 0,25, 0,30
masing-masing mempunyai konsentrasi yang juga sama yaitu 30 %. Hal ini mungkin
saja disebabkan pada waktu percobaan larutan yang dicampurkan ke bahan terlalu
sedikit ataupun juga pada waktu pengamatan kurang terlalu diperhatikan yang
bisa saja kesalahan-kesalahan kecil pun terjadi. Tetapi untuk konsentrasi 0,35,
0,40, 0,45 sel yang berplasmolisis tidak sama yaitu 70 %, 75 %, dan 85 %. Untuk
potensial osmotiknya juga sama dengan potensial osmotik (PO) larutan (lihat
tabel 1).
Pada proses plasmolisis
terjadi dua peristiwa yaitu difusi dan osmosis. Difusi dialami oleh larutan
sukrosa yaitu perpindahan molekul terlarut dari konsentrasi tinggi ke rendah
(sitoplasma), sedangkan osmosis yaitu perpindahan molekul air dari konsentrasi
tinggi ke rendah. Potensial osmotik untuk kedua perlakuan dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Konsentrasi sukrosa
|
Nilai PO
|
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
0,40
0,45
0,50
|
-1,3
-2,6
-4,0
-5,3
-6,7
-8,1
-9,6
-11,1
-12,7
-14,3
|
Berdasarkan tabel di atas
terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai PO akan semakin
rendah. Potensial osmotik dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1.
Konsentrasi
zat terlarut. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut maka semakin rendah
potensial osmotiknya.
2.
Ionisasi
molekul zat terlarut berhubungan dengan garam-garam yang dipakai.
3.
Hidrasi
molekul zat terlarut berhubungan dengan pengairan.
VI. KESIMPULAN
1. Plasmolisis adalah peristiwa terlepasnya plasma
dari dinding sel.
2. Plasmolisis terjadi karena air dari vakoula
tertarik keluar oleh cairan disekitarnya yang bersifat hipertonis.
3. Besarnya potensial osmotik bawang merah (Allium cepa) dan daun Rhoe discolor sama
dengan PO larutan sukrosa yang digunakan sehingga diketahui bahwa semakin
tinggi konsentrasi larutan maka potensial osmotik semakin rendah.
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :
Gramedia Pustaka
Hayani, Noor Ichsan, dkk. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Banjarmasin : PMIPA FKIP UNLAM
Kimball, J.W. 2000. Biologi. Jakarta : Erlangga
Sasmitahardja, Dradjat, dkk. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Depdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar